Kontroversi Kehormatan Guru Ngaji Tersandera Kebijakan Pilkada Jember

Kontroversi Kehormatan Guru Ngaji Tersandera Kebijakan Pilkada Jember

Redaksi
Jumat, 18 Oktober 2024

JEMBER - Kabarselatan.com Sejumlah guru ngaji di Kabupaten Jember merasa kecewa dan dirugikan akibat penghentian pencairan honor bantuan yang dijanjikan untuk mereka. Para guru ini telah menunggu lama untuk menerima pencairan dana yang seharusnya dilakukan pada bulan Oktober ini, namun hingga kini belum ada kejelasan kapan dana tersebut akan diberikan.

Penghentian sementara pencairan bantuan ini disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jember, Hadi Sasmita, dalam sebuah pernyataan kepada media. Menurut Hadi, langkah tersebut merupakan bagian dari kebijakan penundaan program-program berbasis masyarakat yang dilakukan selama masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jember 2024. Program yang ditunda termasuk bantuan sosial (bansos), Bantuan Langsung Tunai (BLT), beasiswa, serta honor guru ngaji. Hadi sendiri saat ini masih dalam penyidikan Polda Jawa Timur atas dugaan kasus korupsi terkait pembangunan papan reklame pada tahun 2023.

Kebijakan tersebut mendapat dukungan dari Aliansi Masyarakat Cinta Jember (AMCJ), yang meminta agar Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Jember dan Sekda menunda pencairan seluruh jenis bantuan sosial hingga selesai Pilkada. AMCJ beralasan bahwa penundaan ini bertujuan untuk melindungi keuangan daerah agar tidak disalahgunakan sebagai alat politik oleh petahana dalam Pilkada. Mereka menyarankan agar bantuan, termasuk beasiswa dan honor guru ngaji, baru dicairkan setelah pelaksanaan Pilkada yang dijadwalkan pada 27 November 2024.

Namun, kebijakan ini menimbulkan kekecewaan di kalangan penerima bantuan, terutama para guru ngaji. Fariduddin, seorang guru ngaji dari Kecamatan Kaliwates, merasa kebijakan ini mencampurkan urusan politik dengan hak masyarakat.

"Pilkada tidak seharusnya mengganggu pencairan bansos. Masyarakat, termasuk kami guru ngaji, sudah lama menunggu bantuan ini. Jangan bawa politik ke dalam bantuan sosial," ujar Fariduddin dengan tegas.

Slamet Rifai, warga Kecamatan Patrang, juga menyuarakan hal serupa. Menurutnya, hak guru ngaji untuk menerima honor tidak boleh dipolitisasi.

"Honor guru ngaji adalah hak kami, tidak ada kaitannya dengan politik. Jangan dipersulit hanya karena ada Pilkada," katanya dengan nada kecewa.

Kontroversi ini semakin memanas setelah munculnya desakan dari relawan "Paslon 02" yang meminta agar Sekda tidak mencairkan bantuan masyarakat selama Pilkada berlangsung. Desakan ini kemudian mendapat protes keras dari Wakil Ketua DPRD Jember dari PDI Perjuangan, yang menegaskan komitmen partainya untuk membela kepentingan rakyat Jember.

Seiring dengan semakin dekatnya pelaksanaan Pilkada 2024, ketegangan terkait kebijakan penundaan bansos ini diperkirakan akan terus berlanjut dan menjadi topik panas di Kabupaten Jember. (*)